Molekul yang sebaran muatannya tidak simetris, bersifat polar dan
mempunyai dua ujung yang berbeda muatan (dipol). Dalam zat polar,
molekulmolekulnya cenderung menyusun diri dengan ujung (pol) positif
berdekatan dengan ujung (pol) negatif dari molekul di dekatnya. Suatu
gaya tarik-menarik yang terjadi disebut gaya tarik dipol-dipol.
Gaya tarik dipol-dipol lebih kuat dibandingkan gaya dispersi (gaya
London), sehingga zat polar cenderung mempunyai titik cair dan titik
didih lebih tinggi dibandingkan zat nonpolar yang massa molekulnya
kira-kira sama. Contohnya normal butana dan aseton (James E. Brady,
2000).
Gaya-gaya antarmolekul, yaitu gaya dispersi (gaya London) dan gaya dipol dipol, secara kolektif disebut gaya Van der Waals.
Gaya dispersi terdapat pada setiap zat, baik polar maupun nonpolar.
Gaya dipol-dipol yang terdapat pada zat polar menambah gaya dispersi
dalam zat itu. Dalam membandingkan zat zat yang mempunyai massa molekul
relatif (Mr) kira-kira sama, adanya gaya dipol-dipol dapat menghasilkan
perbedaan sifat yang cukup nyata. Misalnya, normal butana dengan aseton.
Akan tetapi dalam membandingkan zat dengan massa molekul relatif (Mr)
yang berbeda jauh, gaya dispersi menjadi lebih penting. Misalnya, HCl
dengan HI, HCl (momen dipol = 1,08) lebih polar dari HI (momen dipol =
0,38). Kenyataannya, HI mempunyai titik didih lebih tinggi daripada HCl.
Fakta itu menunjukkan bahwa gaya Van der Waals dalam HI lebih kuat
daripada HCl. Berarti, lebih polarnya HCl tidak cukup untuk mengimbangi
kecenderungan peningkatan gaya dispersi akibat pertambahan massa molekul
dari HI.
0 komentar:
Post a Comment